Pages

Kamis, 10 Maret 2011

Budidaya Anggrek

Budidaya Anggrek
Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang bunganya indah.Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia.
Jenis anggrek yang terdapat di Indonesia termasuk jenis yang indah antara lain:
Vanda tricolor terdapat di Jawa Barat dan di Kaliurang, Vanda hookeriana, berwarna ungu berbintik-bintik berasal dari Sumatera, anggrek larat/Dendrobium phalaenopis, anggrek bulan/Phalaenopsis amabilis, anggrek Apple Blossom, anggrek Paphiopedilun praestans yang berasal dari Irian Jaya serta anggrek Paphiopedilun glaucophyllum yang berasal dari Jawa Tengah. Dalam pertanian Budidaya anggrek dan agribisnis anggrek indonesia
Untuk men download program billing internet, silahkan anda klik link di bawah ini :



download

sumber 
http://bertani.wordpress.com/2009/12/19/budidaya-anggrek/#comment-30
Read More..

Review Respon Fisiologis Tanaman Terhadap Peningkatan CO2

Oleh
Fiadini Putri

PENDAHULUAN
Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas penting dalam pertumbuhan tanaman, namun juga merupakan salah satu gas rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global (Global warming). Akibat dari pemanasan global, suhu bumi diperkirakan akan meningkat 3-5oC serta menyebabkan perubahan iklim yang drastis pada 50 – 100 tahun yang akan datang.
Peningkatan gas-gas rumah kaca saat ini berpengaruh besar terhadap sektor pertanian. Peningkatan kandungan CO2 udara akan memberikan efek baik positif maupun negatif terhadap metabolisme tanaman. Peningkatan CO2 diprediksi dapat menstimulasi produksi pangan dengan istilah ‘CO2 Fertilization’. Namun demikian, penelitian terhadap pengaruh peningkatan kandungan CO2 udara terhadap berbagai jenis tanaman menunjukkan efek yang beragam baik positif, negatif maupun tidak berpengaruh sama sekali terhadap kondisi tanaman.
Respon tanaman terhadap peningkatan gas CO2 di atmosfer berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman serta kombinasi faktor-faktor pertumbuhan yang lain. Secara umum, hasil tanaman dipengaruhi oleh proses-proses penting seperti fotosintesis dan respirasi yang sangat tergantung dengan kondisi CO2 di udara. Perubahan terhadap kosentrasi CO2 udara akan berpengaruh terhadap proses-proses tersebut sebagai suatu bentuk adaptasi tanaman. Berbagai penelitian untuk menunjukkan bahwa respon terhadap peningkatan kosentrasi CO2 udara terjadi mulai dari perubahan anatomi hingga proses fisiologis tanaman.
Penelitian banyak dilakukan dengan menggunakan Growth chamber yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan peneliti untuk mengatur berbagai faktor pertumbuhan serta kosentrasi CO2 yang diinginkan, maupun dengan percobaan Free-Air CO2 Enrichment (FACE). FACE merupakan sebuah metode untuk meneliti pengaruh peningkatan CO2 dalam skala penelitian lapangan dengan cara menambahkan kosentrasi CO2 di sebuah lahan pertanaman secara terkontrol. Percobaan tersebut memberikan suatu simulasi yang cukup baik terhadap pengaruh pertumbuhan tanaman dengan pertambahan CO2.

RESPON TANAMAN TERHADAP PENINGKATAN CO2
    Peningkatan kosentrasi CO2 di atmosfer sudah terjadi sejak beberapa ratus tahun yang lalu, namun lajunya mengalami peningkatan yang sangat tinggi dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini memicu terjadinya adaptasi tanaman terhadap perubahan karakteristik daun.
    Sebuah pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan adanya penipisan pada dinding bundle seath cell pada tanaman yang ditanam pada kosentrasi CO2 700 μl l-1 dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada kosentrasi 350 μl l-1. Hal ini diakibatkan oleh penurunan jumlah suberin pada dinding sel dan menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas bundle seath cell terhadap CO2. Sedangkan peningkatan kosentrasi CO2 tidak menunjukkan perubahan nyata pada jumlah stomata serta panjang sel penjaga (Walting et al., 2000).
Luas daun kacang tanah meningkat ketika ditanam pada kandungan CO2 yang tinggi (800μmol) pada suhu 25/15oC dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada lingkungan dengan kandungan CO2 sebesar 400μmol, namun demikian kondisi tersebut tidak terjadi pada suhu yang lebih tinggi  (Pilumwong et al., 2007).

Fotosintesis
    Hasil tanaman sangat tergantung dari proses fotosintesis. Terjadi perbedaan respon fotosintesis antara jenis tanaman C3 dan C4 terhadap perubahan kosentrasi CO2 di udara. Beberapa tanaman mengalami perubahan biokimia sebagai tanggapan atas peningkatan CO2.
    Fotosintesis pada tanaman C3 mengalami peningkatan dengan bertambahnya kosentrasi CO2 di udara. Aktivitas Rubisco pada mesofil mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebagai respon dari peningkatan CO2 udara. Beberapa penelitian menggunakan tanaman C3 (padi, gandum dan kedelai) menunjukkan adanya peningkatan total fotosintesis dan hasil pada kondisi elevated CO2 dibandingkan dengan ambient CO2.
Peningkatan kosentrasi CO2, menstimulasi peningkatan asimilasi CO2, pertumbuhan serta hasil tanaman C3 melalui penurunan aktivitas fotorespirasi serta peningkatan fiksasi CO2 oleh Rubisco. Cheng et al., (2000) menyebutkan bahwa tanaman bunga matahari yang ditumbuhkan pada kondisi elevated CO2 menunjukkan adanya peningkatan GPP (Gross Primary Product) yaitu total CO2 yang digunakan dalam fotosintesis, serta NPP (Nett primary product) yaitu GPP – respirasi. GPP dan NPP mengalami peningkatan hingga 43 hst dan kemudian mengalami penurunan seiring dengan penutupan kanopi, hal ini menunjukkan bahwa penambahan biomasa pada elevated CO¬2 berbeda tergantung pada fase pertumbuhannya. Root : Shoot ratio pada tanaman bunga matahari yang ditanam pada elevated CO2 lebih tinggi dibandingkan pada kondisi ambient CO2. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi elevated CO2 tanaman lebih banyak mengalokasikan fotosintat ke daerah perakaran atau bagian bawah tanaman. Namun tidak demikian pada tanaman C4, dimana rubisco terletak pada bundle seath cell yang memiliki kosentrasi CO2 3 – 6 kali lipat dibandingkan dengan udara sekitarnya.
    Watling et al., (2000), mengemukakan terjadi penurunan efektivitas fotosintesis pada tanaman C4 yang ditanam pada kondisi CO2 berlebih, namun demikian tidak terjadi perubahan pada titik kompensasi CO2, karena fotorespirasi tanaman C4 sangat rendah. Perlakuan dilakukan dengan menanan tanaman sorghum pada dua tingkat kosentrasi CO2 yaitu 350 dan 700 μl l -1. Tanaman C4 yang ditanam pada 700 μl l -1 CO2 mengalami penurunan aktivitas PEP karboksilase (Phospoenolpyruvat carboxylase) secara nyata dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada 350 μL/L. Jumlah PEP karboksilase menjadi lebih rendah diiringi dengan penurunan aktivitasnya, namun demikian tidak terjadi perubahan pada aktivitas Rubisco di bundle seath cell. Sedangkan Leakey et al (2006), dalam penelitiannya menunjukkan terjadi penurunan baik pada aktivitas PEP karboksilase juga rubisco pada tanaman jagung yang ditanam pada kosentrasi CO2 yang tinggi. Serta tidak terjadi peningkatan karbohirat pada tanaman jagung yang ditanam dalam kosentrasi CO2 yang tinggi.
Perbandingan antara CO2 eksternal dan CO2 internal yang menjadi lebih tinggi pada tanaman dalam kosentrasi CO2 yang tinggi. Tanaman sorghum yang ditumbuhkan pada kosentrasi CO2 tinggi mengalami penipisan dinding bundle seath cell. Perubahan anatomi ini semakin menguatkan terjadinya penurunan efisiensi fotosintesis pada tanaman tersebut, karena terjadi peningkatan konduktansi dinding bundle seath cell terhadap CO2. Kebocoran pada bundle seath cell antara 24-33 %. Kebocoran ini mengurangi efisiensi penggunaan cahaya oleh tanaman C4, karena CO2 yang bocor atau keluar dari Bundle seath cell kemungkinan akan hilang atau terfiksasi kembali oleh PEP karboksilase, hal ini meningkatkan energi yang diperlukan untuk kembali memfiksasi CO2.
Tanaman yang ditumbuhkan pada kosentrasi CO2 tinggi mengalami penurunan aktivitas PEPC seiring dengan terjadinya penurunan jumlah PEP pada mesofil daun, hal ini menyebabkan penurunan fotosintesis, sebab level CO2 di bundle sath cell menurun untuk aktivitas dengan rubisco. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa PEP pada tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi kosentrasi CO2 tinggi lebih rendah 51% dibanding tanaman dalam kondisi normal. Namun demikian tidak terjadi perubahan pada kandungan N daun serta klorofil total pada tanaman
    Tingkat kosentrasi CO2 yang tinggi juga meningkatkan carbon isotop discrimination pada tanaman C4. CO2 internal yang meningkat pada bundle seath cell  dan penurunan akivitas PEP ternyata juga meningkatkan carbon isotop discrimination pada rubisco. Peningkatan hasil pada tanaman C3 pada kondisi elevated CO2 adalah 10 – 50 % sedangkan untuk tanaman C4 hanya 0-10 % dari kondisi normal.
Posisi daun juga memberikan pengaruh terhadap fotosintesis pada kosentrasi CO2 udara yang tinggi. Penelitian oleh Herick dan Thomas (1999) menunjukkan adanya perbedaan respon posisi daun diatas dan dibagian bawah kanopi (sun dan shade leaves) terhadap fotosintesis pada tanaman Liquidambar styraciflua L. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Juni dimana suhu maksimum rata-ratanya 27oC, suhu minimum rata-ratanya 16oC dan hujan 9,86 cm serta bulan Agustus dengan suhu maksimum rata-rata 31oC dan minimum rata-rata 19oC dan hujan hanya 3,26 cm dengan metode FACE menggunakan kosentrasi 200 μl l -1 dan 560 μl l -1.
    Kandungan N per satuan berat kering daun tidak mengalami perbedaan baik pada daun bagian atas maupun bagian bawah. Peningkatan fotosintesis ternyata lebih tinggi pada daun bagian atas dibandingkan dengan bagian bawah kanopi dengan peningkatan CO2 daun bagian atas memiliki 68 % berat kering per unit area, 63% N dan 27% klorofil yang lebih banyak dibandingkan dengan daun bagian bawah. Laju asimilasi bersih pada daun bagian atas lebih tinggi daripada bagian bawah pada peningkatan CO2 pada bulan Juni. Respon ini diperkirakan dipengaruhi oleh aktivitas Rubisco. Perbedaan ini kemungkinan diakibatkan oleh jumlah N per unit luas daun pada daun bagian atas lebih besar dibandingkan dengan daun bagian bawah. Percobaan ini menunjukkan bahwa daun bagian atas lebih banyak mengambil CO2 dibandingkan dengan daun bagian bawah. Pada bulan Juni pengambilan CO2 pada daun bagian atas sebanyak 79 % dan daun bagian bawah 49 %.
Respirasi
Ada asumsi bahwa peningkatan CO2 di atmosfer akan menurunkan pengambilan O2 oleh tanaman, namun demikian sebuah penelitian dengan enam ratus kali pengukuran pada sembilan jenis tanaman yang dilakukan di Illinois terhadap peningkatan kosentrasi CO2 dalam jangka waktu yang panjang menunjukkan tidak adanya penurunan pengambilan O2 respirasi tanaman (Davey et al., 2004).
Penurunan konduktansi stomata yang terjadi pada kosentrasi elevated CO2 hanya merupakan adaptasi sementara namun tidak terjadi dalam jangka panjang. Selain itu pada beberapa penelitian tidak terjadi perubahan pada karakteristik stomata. Respirasi tidak mengalami perubahan pada kosentrasi CO2 yang ditingkatkan hingga dua kali lipat dari kondisi normal.
Peningkatan CO2 di lingkungan juga dapat diiringi dengan peningkatan suhu sebagai efek berantai dari keberadaan gas rumah kaca tersebut. Sehingga asumsi mengenai peningkatan CO2 dapat memicu peningkatan hasil harus dikaji melalui penelitian dengan  mempertimbangkan berbagai faktor lain yang berubah.
Penelitian yang dilakukan oleh (Pilumwong et al., 2007) pada tanaman kacang tanah menunjukkan bahwa peningkatan kandungan CO2 lingkungan dapat meningkatkan hasil secara signifikan pada suhu 25/15oC, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada suhu yang lebih tingi yaitu 35/25oC.


DAFTAR PUSTAKA

Cheng ,W. D.A, Sims., Y, Luo., James., Colemann dan D.W, Johnshon. 2000. Photosynthesis, respiration and net primary production of sunflower stands in ambient and elevated atmospheric CO2 concentration: an invariant NPP:GPP ratio?. Global Change Biology (6) : 931 - 941

Davey, P.A., S, Hunt., G.J, Hymus., E.H, Delucia., B.G, Drake., D.F, Karnosky dan S.P, Long. 2004. Respiratory oxygen uptake is not decreased by an instaneous elevation of CO2, but is increase with long-term growth in the field at elevated CO2. Plant Physiology (134) : 520 – 527

Herick, J.D dan R.B, Thomas. 1999. Effects of CO2 enrichment on the photosynthetic light response of sun and shade leaves of canopy sweetgum tree (Liquidambar styraciflua) in a forest ecosyntem. Tree Physiology (19) : 779 – 786

Leakey,A.D.B., M. Uribelarrea., E.A.A, Ainsworth., S.L, Naidu., A. Rogers., D.R, Ort and S.P, Long. 2006. Photosynthesis, productivity and yield of maize are not affected by open-air elevation of CO2 cocentration in the absence of drought. Plant Physiology (140) : 779 – 790

Pilumwong.J., C.Senthong., S.Srichuwong and K. T. Ingram. 2007. Effects of Temperature and Elevated CO2 on Shoot and Root Growth of Peanut (Arachis hypogaea L.) Grown in Controlled Environment Chambers. Science Asia 33 : 79-87


Watling, J.R.., M.C, Press dan W.P, Quick. 2000. Elevated CO2 induces biochemical and ultrastructural changes in leaves of the C4 cereal sorghum. Plant Physiology (123) : 1143-1152
Read More..

Rabu, 09 Maret 2011

PARE: HABIS PAHIT, PENYAKIT DIBUANG

PARE (Momordica charantia L.)

 Oleh Ir. Ajat Jatnika, M.Sc
Widyaiswara Madya BBPP Lembang
Sungguh memprihatinkan, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan sayuran masih relatif rendah, yaitu sekitar 37,30 kg per kapita per tahun. Kondisi ini jauh dibawah standar FAO yang merekomendasikan konsumsi sayuran senilai 65 kg/kapita/tahun. Untuk menggenjot hal tersebut, Pemerintah melalui Gerakan Makan Sayuran (GEMA Sayuran) terus berupaya merangsang masyarakat untuk gemar makan sayuran.

Indonesia, sebagai salah satu negara tropis, memiliki beragam jenis sayuran yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, utamanya vitamin dan mineral. Menurut data yang tersedia di Balai Penelitian Sayuran (Balitsa), tidak kurang dari 87 jenis sayuran yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: genjer, pepaya, godobos, kemandilan/jonge, kenikir, sintrong, selada air, baligo, gambas/oyong, labu kuning, kemangi, keresmen, selasih, koro, krokot, kelor, cincau, simbukan, takokan, kangkung dan pare.

Pare (Momordica charantia L.) selain bentuknya yang unik, panjang dengan kulit yang kasar seperti berduri juga dikenal sebagai sayuran yang pahit rasanya. Walaupun dahulu relatif masih sedikit masyarakat yang mengkonsumsinya, namun belakangan ini semakin banyak orang mencoba mencicipi dan menjadikan pare sebagai sayuran favoritnya.

Kandungan kimiawi secara lengkap dalam buah pare adalah albiminoid, karbohidrat dan zat warna. Daunnya mengandung momordisina, momordikna, karantina, resin, dan minyak lemak. Akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat. Bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid dan asam momordial. Dibalik rasanya yang pahit itu, terkandung sederetan khasiat dan manfaat yang dapat diperoleh. Coba kita telisik satu per satu.
Buah pare diketahui dapat merangsang nafsu makan, menyembuhkan penyakit kuning, memperlancar pencernaan, memperbanyak air susu ibu (ASI), mengurangi nyeri saat haid, mengobati sariawan dan ambeien, menekan infeksi cacing gelang sampai sebagai obat malaria. Daun pare berkhasiat menyembuhkan diare pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan panas, mengeluarkan cacing kremi, dan juga dapat menyembuhkan batuk dan radang tenggorokan.
Sebuah penelitian di laboratorium Saint Louis University, AS membuktikan, bahwa ekstrak sayuran pare membantu melindungi wanita dari kanker payudara. Dari percobaan itu dapat diketahui bahwa kandungan zat dalam pare, yakni lesichin dan zat lain yang berfungsi mengaktifkan kerja kekebalan, berfungsi melawan sel kanker.

Penelitian lain yang dilakukan di Jepang diketahui bahwa biji pare merupakan anti oksidan yang cukup kuat. Antioksidan bekerja memerangi radikal bebas di dalam tubuh penyebab luka pada sel, melawan pembentukan sel kanker, memperlambat proses penuaan, membuka penyumbatan arteri, stroke, penyakit jantung dan lain-lain.

Keterangan yang paling populer, pare mampu menurunkan kadar gula. Penelitian ini dilakukan pada beberapa ekor tikus yang diberi pemicu diabetes. Setelah itu, tikus-tikus percobaan itu diberi ekstrak pare lalu diukur gula darahnya. Hasilnya, kadar gula darah pada tikus-tikus tersebut turun secara bertahap. Penurunan kadar gula ini didapat karena hasil kerja dari zat yang memiliki kesamaan dengan insulin yang terkandung di dalam biji pare.

Selain itu, zat protein yang terkandung di dalamnya berperan menurunkan kadar gula dalam darah. Zat-zat yang terkandung dalam daging dan biji pare mampu mempercepat pembongkaran glukosa dan mengubah glukosa yang berlebih menjadi energi.

Pare juga mengandung serat, vitamin C, karotin, dan kalium. Serat berperan mengatur kondisi di dalam usus dan berfungsi mengatasi sembelit; karotin menjaga kesehatan mata, meningkatkan aktivitas mata dan mengurangi keluhan rabun senja. Sedangkan kalium berfungsi untuk mengatasi kelebihan dalam mengkonsumsi natrium berlebih sehingga berkhasiat mengatasi hipertensi.

Vitamin C yang terkandung dalam 100 gr pare sekitar 120 ml. Vitamin C ini berfungsi menjaga kecantikan kulit, karena mencegah kerusakan kulit akibat sengatan ultra violet. Berarti, pare dapat mencegah munculnya noda hitam dan kerutan pada wajah. Selain itu pare dapat mengatasi gangguan nafsu makan, terutama bagi anak-anak yang susah makan. Pada saat kondisi iklim terasa panas, sayuran pare cocok dikonsumsi saat musim kemarau.

Kalau Anda belum tertarik mengkonsumsi pare karena rasa pahitnya, ada tips sederhana yang dapat dilakukan. Caranya dengan merendam atau mencuci irisan buah pare pada air garam atau membuat pare menjadi teh.

(Dari berbagai sumber).
Read More..

Selasa, 08 Maret 2011

MEDIA TANAMAN HIDROPONIK DARI ARANG SEKAM

Oleh Ermina Y

Media tanaman adalah media tumbuh bagi tanaman yang dapat memasok sebagian unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Media tanaman (media tumbuh) merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman secara baik.  Sebagian besar unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dipasok melalui media tanaman.  Selanjutnya diserap oleh perakaran dan digunakan untuk proses fisiologis tanaman.

Media tanam yang ideal untuk tanaman hias harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1.    Bersifat poros atau mudah membuang air yang berlebihan;
  2.    Berstruktur gembur, subur dan dapat menyimpan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman;
  3.    Tidak mengandung garam laut atau kadar salinitas rendah;
  4.    Keasaman tanah netral hingga alkalis, yakni pada pH 6 – 7;
  5.    Tidak mengandung organisme penyebab hama dan penyakit;
  6.    Mengandung bahan kapur atau kaya unsur kalcium.

Media  untuk tanaman hidroponik bermacam-macam. yang dapat digunakan,  dapat dari arang sekam, pasir, zeolit, rockwoll, gambut (peat moss), dan serbuk sabut kelapa. Persyaratan terpenting untuk media hidroponik harus ringan dan porus.  Tiap media mempunyai bobot dan porositas yang berbeda.  Oleh karena itu, dalam memilih media sebaiknya dicari yang paling ringan dan yang mempunyai porositas baik., salah satunya yang dibuat dari arang sekam

Arang Sekam
Media arang sekam mempunyai kelebihan dan kekurangan.  Kelebihannya antara lain harganya relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, sudah steril, dan mempunyai porositas yang baik.  Kekurangannya yaitu jarang tersedia di pasaran, yang umum tersedia  hanya bahannya (sekam/kulit gabah) saja, dan hanya dapat digunakan dua kali.




Media arang sekam umumnya digunakan untuk hidroponik tomat, paprika, dan mentimun.  Namun bukan berarti hidroponik tanaman sayuran yang lain tidak dapat menggunakannya.  Tanaman sayuran yang lain dapat juga menggunakan media ini, tetapi tidak biasa dilakukan.
 
Hidroponik Paprika
Hidroponik Tomat
Di pasaran sekarang telah tersedia arang sekam.  Untuk satu pot/polibag yang berukurang diameter 25-30 cm, diperlukan arang sekam sebanyak 1,5 kantong.  Arang sekam di pasaran akan terasa mahal bila digunakan dalam skala besar/komersial sehingga dianjurkan untuk membuat arang sekam sendiri.

Adapun Alat dan Bahan yang diperlukan adalah: Sekam padi 5 karung, Oli bekas  1,5 liter, Tungku, Tong besar dan tutupnya, Ayakan ukuran besar, Karung basah, Korek api

Pembuatan arang sekam ada 2 (dua) cara yaitu dengan disangrai atau dibuat arang.

DISANGRAI
Cara membuat arang sekam dengan disangrai adalah sebagai berikut:

   1. Seng ditaruh di atas tungku
   2. Sekam disangrai (digoreng tanpa minyak) di atas seng tersebut
   3. Aduk sekam tersebut hingga semuanya gosong.  Setelah itu, diangkat dan disiram

Dengan cara ini dapat dihasilkan arang sekitar 30-40% dari sekam yang disangrai.  Dengan demikian misalnya dari 100 kg sekam akan menjadi 30-40 kg arang sekam.  Kelebihannya arang sekam ini tidak berbau.


DIBUAT ARANG


Cara pembuatan arang yang digunakan sama seperti cara untuk membuat arang yang lain (arang batok atau arang kayu).  Caranya adalah sebagai berikut:
  1. Siapkan tong dengan tutupnya.
  2. Masukkan sekam ke dalam tong sekitar 20 cm, kemudian beri oli.
  3. Bakar sekam yang telah diberi oli.  Tunggu sampai asap berkuran.
  4. Sedikit demi sedikit sekam ditambahkan hingga tong penuh.  Selama penambahan asap akan bertambah besar, kemudian berkurang laigi.  Pada saat asap berkurang tersebut sekam dimasukkan lagi.
  5. Setelah penuh tong ditutup dengan karung basah, kemudian di atasnya ditutup lagi sampai rapat.  Biarkan sampai dingin.
  6. Hasil arang sekam yang diperoleh diayak untuk memisahkan abunya.
Dengan cara ini arang yang diperoleh 30-40% dari sekam yang dibakar.  Namun arang ini mempunyai abu sehingga diperlukan waktu untuk memisahkan abu dengan arangnya.  Pembuatan arang sekam dengan cara ini lebih praktis bila dibandingkan dengan cara disangrai, tetapi cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama.

REFERENSI
* Prihmantoro, Heru dan Yovita Hety Indriani.  2001.  HIDROPONIK SAYURAN SEMUSIM UNTUK BISNIS DAN HOBI.  Penebar Swadaya.  Jakarta.
* Rukmana, Rahmat. Ir. H. 2000.  TEKNIK PERBANYAKAN TANAMAN HIAS.  Kanisius.  Yogyakarta.

Sumber :
http://www2.bbpp-lembang.info/index.php?option=com_content&view=article&id=552:media-tanaman-hidroponik-dari-arang-sekam&catid=109&Itemid=304
Read More..